Rabu, 27 Oktober 2010

Mengapa membaca al Qur’an jika kita tidak mengerti dan memahami artinya?

Alkisah, hiduplah seorang muslim tua bersama seorang cucunya di sebuah pegunungan di bagian timur Kentucky, Amerika Serikat. Sang kakek biasa membaca Al Qur’an setiap hari selepas sholat shubuh. Sang cucu berusaha meniru setiap tingkah laku kakeknya.

Suatu hari, ia bertanya: “Kek! Aku berusaha membaca Al Qur’an seperti dirimu tetapi aku tidak mengerti isinya. Jikapun ada sedikit yang kupahami, ia akan terlupakan setiap kali aku menutup kitab itu. Lalu, apa gunanya aku membacanya?”

Dengan perlahan sang kakek membalikkan badan dan berhenti dari memasukkan batu bara ke dalam tungku pemasak. Ia menjawab: “Ambillah keranjang ini, bawalah ke sungai di bawah sana dan bawakan untukku sekeranjang air!”

Sang cucu membawa keranjang hitam penuh jelaga batu bara tersebut ke sungai dan mengambil air. Namun air itu telah habis menetes sebelum sampai ke rumah. Sang kakek tertawa dan meminta sang cucu agar mencobanya sekali lagi: “Mungkin engkau harus lebih cepat membawa airnya kemari.”

Sang cucu berusaha berlari, namun tetap saja air itu lebih cepat keluar dari keranjang sebelum sampai ke rumah. Dengan terengah-engah, ia pun mengatakan kepada sang kakek bahwa tidak mungkin mengambil air dengan keranjang. Sebagai gantinya ia akan mengambil air dengan ember.

“Aku tidak perlu satu ember air, yang kuinginkan adalah sekeranjang air!” jawab sang kakek. “Engkau saja yang kurang berusaha lebih keras,” timpal sang kakek sambil menyuruhnya mengambil air sekali lagi. Sang kakek pun pergi ke luar rumah untuk melihat usaha sang cucu.

Kali ini sang cucu sangat yakin bahwa tidak mungkin membawa air menggunakan keranjang. Namun ia berusaha memperlihatkan kepada sang kakek bahwa secepat apapun ia berlari, air itu akan habis keluar dari keranjang sebelum ia sampai ke rumah. Kejadian yang sama berulang. Sang cucu sampai kepada kakeknya dengan keranjang kosong. “Lihatlah Kek! Tidak ada gunanya membawa air dengan keranjang.” katanya.

“Jadi, kau pikir tidak ada gunanya?” sang kakek balik bertanya. “Lihatlah keranjang itu!” pinta sang kakek.

Ketika sang cucu memperhatikan keranjang itu sadarlah ia bahwa kini keranjang hitam itu telah bersih dari jelaga, baik bagian luar maupun dalamnya, dan terlihat seperti keranjang baru.

“Cucuku, demikianlah yang terjadi ketika engkau membaca al Qur’an. Engkau mungkin tidak mengerti atau tidak bisa mengingat apa yang engkau baca darinya. Namun ketika engkau membacanya, engkau akan dibersihkan dan mengalami perubahan, luar maupun dalam. Cucuku, itulah kekuasaan dan nikmat Allah kepada kita!”

The Beauty of a Woman

The beauty of a woman is not in the clothes she wears,
the figure that she carries,
or the way she combs her hair,
or the style she does her make-up.

The beauty of a woman must be seen in her Hijab, and her eyes,
because that is the doorway to her heart,
the place where love to ALLAH SWT resides.
The beauty of a woman is not in a facial mole,
but true beauty in a woman is reflected in her soul.
The beauty of woman is in her modesty,
and the real glamour of her is her honesty.

It is the caring that she lovingly gives,
and the passion that she shows.
And the beauty of a woman, with passing years - only grows!


Prayer (Dua): Channeling Brainwaves

DUA (prayer) is THE WEAPON OF THE BELIEVER (mu’min),” says RasulAllah SAW


Are we really aware why it is so important to practice “DUA?” What is “DUA” and what is it for? As there is no god-out-there, beyond yourself, then to Whom do you pray (practice dua)? Let us try to answer those questions honestly now...

Duais an action of directing brain waves!


Human, in respect to its “reality,” (haqiqat) is a content composed of Names that belonged to ALLAH... That is, human is like a formula composed of meanings that the Beautiful Names of ALLAH carry. To express it in a different way, ALLAH has rendered human as a caliph (khalifah) of Himself on earth by means of making him exist via the meanings of HU's (his) Beautiful Names.


After various transformations, those meanings of Names have been unfolded in the human brain in a form as it was ordained.


According to the statement (hukm) that You cannot will except by the will of ALLAH, your DUA (prayer) in reality is nothing but a wish belonging to ALLAH.


However, there is a SYSTEM and ORDER by ALLAH SWT, known as “sunnatAllah.” Here, such a wish originated from the Beautiful Names of ALLAH is sometimes revealed as a “DUAfrom within yourself. Although it is commonly believed under the influence materialistic view that people could communicate with each other only by the agency of their lips and ears, communication is, in fact, a interaction between brains. There are so many times that we sense, perceive such a relation but cannot explain it logically due to lack of knowledge. Your “intuition” is a result of your early perception of incoming waves...


DUA” arises from the Names of ALLAH (asma-uAllah) that is within your own essence and reveals as a wave directed for a purpose and reaches the aim. So, “DUA” is not a demand from a god outside yourself, but rather is a wish originated by ALLAH in your essence.


In another way of looking, “DUA” is the most powerful weapon for achieving your expectations. It is an appreciation of the power and potency belonging to “ALLAH” within your own essence.


You will pray, practice “dua,” so then you will direct the course of events, if that resided in your destiny. In fact, it is HU's (him) self who directs, not you!


The same way as the parasite signals are reduced when the earth's semi-sphere turned back on the sun and short wave reception becomes powerful, human brain also becomes more sensitive and most powerful especially during midnight at late hours. This is the case both for reception (inspiration) and transmission (dua- praying). The importance of night time is particularly due to this fact in the “Deen-i Islam.


People lacking the practice dua, will suffer the detriment of both the appreciation and the potencies within their own essence and also the benefits resulting from praying. DUA is an exercise of the power belonged to ALLAH within your own essence. The fact that RasulAllah SAW has prayed so often does not mean that he has asked for things from a god outside himself, but instead it shows that he has channeled the power and potency within himself that belongs to ALLAH, in the direction of his wishes.


The more a person's brain capability is powerful, the more one's prayers (dua) and brain transmission are effective... You broadcast all your thoughts over the earth to the degree that your brain power allows, not only at times when you are communicating, but while you are thinking as well. And those frequencies are received by other corresponding receptive brains and are assessed as intuition or inspiration. It is in that respect that some of the effectual (authoritative) spiritual people,” known as “irshad qutubs” in Sufism exercise power of disposal. What is known as reaching “enlightenment” (al fayz) is nothing other than a brain's assisted revelation after another powerful brain's transmission of directed waves.


In this chapter, we have tried to make you realize that “DUA” is one of the most effective tools in human's life. Let us know that “ALLAH will respond you from within yourself. HU's (he) being aware of everything in your mind, is a result of your being brought into existence through HU's own being and of HU's revealing those that income from HU through yourself.


Every person must continuously keep practicing “DUA,” and prayers at whatever spiritual state or level of awareness one is at, as RasulAllah SAW did. It will be known more clearly in the life beyond death that nothing would have brought better income than one's “DUA” and prayers.


May ALLAH SWT make us realize the importance of “DUA (prayer)”, appreciate it in our lifetimes as much as possible and therefore empower our “spirits.” And... May ALLAH make all these easy for us!

Minggu, 10 Oktober 2010

Pernikahan dan Mas Kawin

Putri Rasulullah SAW, Sayyidatina Siti Fatima az-Zahra’ ketika melihat ayahandanya selalu mendahulukan umatnya, maka Fatima pun ingin melakukan sesuatu untuk kepentingan umat Rasulullah SAW dengan caranya sendiri.

Suatu hari, Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk menikahkan putrinya dengan seseorang. Beliau memanggil semua sahabatnya dan berkata kepada mereka, “Allah SWT telah memerintahkan aku, pada malam ini untuk mengatakan bahwa barang siapa yang dapat membaca kitab suci al Qur’an dari awal hingga akhir di malam ini, akan dinikahkan dengan putriku, Fatima.”

Maka malam itu, seluruh sahabat Rasulullah SAW berkumpul di mesjid dan berusaha membaca al-Qur’an dari awal hingga akhir, kecuali Sayyidina ‘Ali r.a. yang pulang ke rumah dan tidur. Ketika Bilal r.a. mengumandangkan azan untuk sholat Subuh, seluruhnya berkumpul di mesjid melakukan sholat Subuh, 'Ali r.a. dan Rasulullah SAW pun hadir disana. Setelah melakukan sholat Subuh, beliau bertanya, “Siapakah yang tadi malam telah menyelesaikan membaca al-Qur’an dari awal hingga akhir, sehingga aku bisa menikahkan putriku, Fatima dengannya?”

Tidak ada seorangpun yang menjawab pertanyaan beliau, karena adalah sangat sulit untuk menyelesaikan membaca 30 juz hanya dalam waktu 7 atau 8 jam. Namun sesaat kemudian Sayyidina Ali r.a. berkata, “Ya Rasulullah SAW, aku telah menyelesaikannya.” Para sahabat yang lainnya melihat kepada Sayyidina Ali r.a. dengan rasa iri dan berkata, “Bagaimana mungkin engkau dapat menyelesaikannya? Engkau tidur semalaman.” Sayyidina Ali r.a. berkata, “Tidak, aku telah membaca al-Qur’an dari awal hingga akhir”. Rasulullah SAW bertanya kepada Sayyidina ‘Ali r.a, “Siapakah saksimu?” Ia menjawab, “Saksiku adalah Allah SWT, dan engkau, Ya Rasulullah SAW, bahwa aku telah membaca keseluruhan kitab suci al-Qur’an dari awal hingga akhir”.

Rasulullah SAW tidak pernah memperlihatkan bahwa beliau mengetahui sesuatu terjadi di luar batas normal, sebelum Jibril a.s. memberitahunya. Oleh sebab itu beliau menunggu datangnya pemberitahuan dari malaikat Jibril. Akhirnya Jibril a.s. datang dan berkata kepada Rasulullah SAW, “Allah SWT berkata bahwa ‘Ali telah berkata jujur dan bahwa benar ia telah membaca seluruh al Qur’an dari awal hingga akhir. Maka tanyakan padanya apa yang telah ia lakukan?”

Rasulullah SAW berkata kepada para sahabat, “Malaikat Jibril a.s. telah memberitahukan kepadaku bahwa ‘Ali telah membaca al Qur’an dari awal hingga akhir dan Allah SWT adalah saksinya. Maka aku pun adalah saksinya. ‘Ali apakah yang telah engkau lakukan?” ‘Ali r.a. berkata, “Ya Rasulullah SAW, aku telah membaca kalimat syahadat 3x, surat al Iklash 3x, al Falaq 1x, an Nas 1x, La ilaha illahllah 10x dan sholawat atas engkau, Ya Rasulullah SAW sebanyak 10x, dan engkau pernah berkata bahwa membaca surat al-Iklash satu kali adalah seperti membaca sepertiga kitab suci al-Qur'an”

Lalu Rasulullah SAW berkata, “Sebagaimana Allah SWT telah menjadi saksi bahwa ‘Ali telah membaca keseluruhan al Qur’an, aku pun menyaksikan hal ini, maka jika kalian membaca apa yang telah kita dengar dari ‘Ali berarti kalian telah membaca al Qur’an dari awal hingga akhir.” Dan keluarlah hadis yang menyatakan bahwa bila seseorang membaca surat al-Iklash sebanyak tiga kali maka seolah-olah telah membaca seluruh al-Qur’an. Kita dapat melakukan hal yang ringan ini dengan iklas dan karena Allah SWT, maka seolah-olah kita telah membaca kitab suci al-Qur’an dari awal hingga akhir. Sesungguhnya, Allah Maha Pemurah lagi Maha Mendengar.

Maka, ‘Ali r.a. adalah sahabat yang terpilih untuk menikahi Fatima, putri Rasulullah SAW Beliau berkata kepada sahabatnya, “Aku akan menanyakan putriku terlebih dahulu, apakah dia menerima pernikahan ini atau tidak, karena itu adalah keputusannya”

Perhatikanlah pernikahan Fatima ini, dan jangan katakan bahwa tidak ada kebebasan bagi wanita didalam Islam. Allah SWT telah memberikan kebebasan dan persamaan kepada para pria dan wanita. Mereka dapat memberikan pendapat mereka masing-masing. Sekarang ini banyak orang-orang yang tidak mengerti Islam yang sesungguhnya, menuduh bahwa Islam tidak memberikan hak kepada wanita. Itulah yang mereka katakan tentang wanita dalam Islam. Kita harus percaya dan yakin pada apa yang kita baca dan dengar dari Rasulullah SAW melalui hadis-hadisnya. Allah SWT memberikan wanita hak yang sama dengan pria, demikian pula dengan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW bertanya kepada Fatima, “Wahai putriku, Fatima, apakah engkau menerima ‘Ali sebagai suamimu?” Fatima menjawab, “Tidak”. Para sahabat yang hadir saat itu menoleh kepada Sayyidina ‘Ali r.a. lalu kepada Fatima dan kemudian kepada Rasulullah SAW. Rasulullah merasakan mukanya memerah, dan bertanya dalam hati ‘mengapa Fatima berkata tidak?’, ‘apakah Fatima mencintai orang lain?’. Beliau tidak mengetahui apa yang harus dikatakan hingga Jibril a.s. datang dan berkata kepadanya, “Jangan terburu-buru mengambil keputusan tentang hal ini. Allah SWT berkata untuk menanyakan kepada Fatima, mengapa dia tidak menerima pernikahan ini.” Lalu beliau bertanya kepada putrinya, “Ya Fatima, tidak apa-apa engkau berkata tidak, ini adalah keputusanmu. Tetapi bisakah aku mengetahui alasanmu menolak pernikahan ini?” Fatima berkata, “Aku hanya berkata tidak karena aku tidak menerima pernikahan ini kecuali dengan satu syarat. Ini bukan soal ‘Ali, tetapi berhubungan denganku. Jika engkau mengabulkan persyaratan ini, aku akan menerimanya, jika tidak, maka aku tidak akan menikah dengan ‘Ali.” Malaikat Jibril a.s datang kembali dan berkata, “Allah SWT memerintahkanmu untuk menanyakan apa persyaratan itu.”

Sekarang perhatikan apa yang telah ditanamkan oleh Allah SWT di dalam hati Sayyidatina Fatima, dan perhatikan kebaikan serta posisi seorang wanita dalam Islam.

Lalu beliau bertanya, “Ya Fatima, apa persyaratanmu?” Dia berkata, “Itu sangat mudah, ayahanda. Jika engkau dan Allah SWT menerima persyaratanku maka aku akan menerima pernikahan ini. Jika menolak, maka aku pun menolak pernikahan ini. Ketika engkau datang ke dunia ini, engkau berkata ‘Umatku, umatku!’ dan selama hidupmu, didalam rumah, siang dan malam, aku selalu mendengar engkau memohon kepada Allah SWT, ‘Umatku, Ya Allah, ijinkan aku untuk membawa umatku kepada-Mu, Ya Allah. Ampunilah mereka. Sucikanlah mereka. Hapuskanlah dosa-dosa mereka, beban dan kesulitan mereka!’ Aku selalu mendengar do’amu itu, dan aku tahu betapa menderitanya engkau untuk umatmu. Dan aku yakin dari apa yang kudengar selama ini bahwa ketika engkau meninggal-pun engkau akan mengucapkan ‘Umatku!’ kepada Allah SWT demikian juga didalam kuburmu mauppun di Hari Pembalasan nanti. Dan sejak aku melihatmu, wahai ayahandaku, engkau sangat menderita untuk umatmu, dan karena itulah cintamu kepada umatmu juga tumbuh subur dalam hatiku, maka aku menginginkan seluruh umatmu sebagai mas kawinku. Jika engkau menerimanya, maka aku akan menerima pernikahan ini.”

Rasulullah SAW tidak bisa memberikan mas kawin semacam itu, karena tidak berada dalam genggamannya. Beliau menunggu kedatangan malaikat Jibril a.s. Setelah menunggu sesaat kemudian Jibril a.s. datang dan berkata, “Allah SWT menyampaikan Salam-Nya kepadamu dan menerima permintaan Fatima, dan akan memberikan seluruh umat manusia sebagai mas kawin pernikahannya.” Dengan segera beliau bangkit dan melakukan sholat syukur 2 rakaat sebagai ungkapan terima kasih dan rasa bersyukurnya kepada Allah SWT.

Lihatlah, Sayyidatina Fatima r.a. tidak berkata, “Aku menginginkan emas atau uang sebagai mas kawinku”, sebagaimana wanita-wanita saat ini. Wanita berusaha menikah dengan pria kaya raya, demikian pula sebaliknya. Fatima mendahulukan umat Rasulullah SAW dari pada dirinya sendiri. Dan ini merupakan wujud kekuatan wanita muslim yang diberikan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, bergembiralah dan puas serta bersyukurlah dengan apa yang Allah SWT berikan kepada kita, maka DIA akan menambahkan Nikmat-Nya kepada kita.