Rabu, 10 November 2010
Izroil as. Mencabut Ruh & Membawanya ke hadirat Allah SWT
Jumat, 05 November 2010
Bercermin Diri
Tatkala kutatap wajah, hatiku bertanya : Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya dan bersinar indah di surga sana? Ataukah wajah ini yang hangus legam di neraka jahanam?
Tatkala kumetatap mata, nanar hatiku bertanya : Mata inikah yang akan menatap Allah, Rasulullah, dan kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang terbeliak, melotot, terburai menatap neraka jahanam? Apakah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini?
Tatkala kutatap mulut, apakah mulut ini yang kelak mendesah penuh kerinduan mengucap Laa Ilaaha Illallaah saat malaikat maut datang menjemput? Ataukah menjadi mulut yang menganga dengan lidah menjulur, dengan lengkingan jerit pilu yang akan mencopot sendi-sendi setiap yang mendengar? Ataukah mulut ini jadi pemakan buah zaqun jahanam yang getir, penghangus dan penghancur setiap usus? Apakah gerangan yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang? Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan? Berapa banyak hati yang remuk dengan sayatan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata semanis madu yang palsu yang engkau ucapkan untuk menipu? Berapa sering engkau berkata jujur? Berapa langkanya engkau dengan syahdu memohon agar Allah mengampunimu?
Tatkala kutatap tubuhku, apakah tubuh ini yang kelak menyala penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkerama di surga? Ataukah tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih dalam lahar neraka jahanam, terpasung tanpa ampun, menderita yang tak akan pernah berakhir? Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang telah engkau lakukan? Barapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan tanpa peduli, padahal engkau mampu? Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas?
Ketika kutatap hai tubuh, seperti apakah gerangan ini hatimu? Apakah ini hatimu sebagus kata-katamu, ataukah sekotor daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu, ataukah selemah daun-daun yang sudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu, ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu?
Betapa beda... betapa beda apa yang tampak di cermin dengan apa yang tersembunyi.
Aa Gym
Kamis, 04 November 2010
Qana'ah - Sifat Mulia Yang Harus Di Miliki Para Istri
Apabila sang suami tidak memiliki banyak harta maka yang terjadi adalah pertengkaran dan perselisihan, melihat kedudukan suami dengan sebelah mata karena gaji yang kecil. Terkadang keluar keluhan, “Bila si Fulan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar mengapa engkau tidak?!” Sehingga impian membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah warrahmah semakin jauh. Hati menjadi resah dan gundah lalu hilanglah rasa syukur, baik kepada suami maupun kepada Allah. Bila hal ini sudah menimpa pada seorang istri maka waspadalah ya ukhti ... sesungguhnya engkau telah membebani suamimu diluar kemampuannya.
Engkau telah membuatnya terlalu sibuk dengan dunia untuk memenuhi segala keinginanmu. Berapa banyak kaum suami yang meninggalkan majelis ilmu syar'i demi mengejar uang lemburan? Sebelum menikah rajin datang ke majelis-majelis ilmu namun setelah menikah jarang terlihat lagi, mungkin tadinya datang setiap minggu sekarang frekuensinya menjadi sebulan dua kali atau sekali bahkan mungkin tidak pernah datang lagi! Atau berapa banyak kaum suami yang rela menempuh jalan yang diharamkan Allah Ta'ala demi membahagiakan sang istri tercinta. Yang terakhir ini banyak ditempuh oleh para suami yang minim sekali ilmu agamanya sehingga demi ''senyuman sang istri'', ia rela menempuh jalan yang dimurkai Allah Ta’ala. Wal'iyyadzu billah.
Sifat qana'ah ibarat mutiara yang terpendam di bawah laut, barangsiapa yang bisa mengambilnya dan memilikinya maka beruntunglah ia. Seorang istri yang memiliki sifat qana'ah ini akan dapat membawa ketentraman dan kedamaian dalam rumah tangganya. Suami merasa sejuk berdampingan denganmu, rasanya ia akan enggan menjauh darimu.
Betapa bahagianya para suami yang memiliki istri yang qana'ah, para istri bisa memiliki sifat ini bila ia mau berusaha sekuat tenaga dan berdo'a kepada Allah semata. Ya, Allah janganlah kau jadikan dunia satu-satunya keinginan utama kami, amin. Wallahu'alam bishawwab.
Senin, 01 November 2010
Makna Kehidupan

Rabu, 27 Oktober 2010
Mengapa membaca al Qur’an jika kita tidak mengerti dan memahami artinya?

Alkisah, hiduplah seorang muslim tua bersama seorang cucunya di sebuah pegunungan di bagian timur Kentucky, Amerika Serikat. Sang kakek biasa membaca Al Qur’an setiap hari selepas sholat shubuh. Sang cucu berusaha meniru setiap tingkah laku kakeknya.
Suatu hari, ia bertanya: “Kek! Aku berusaha membaca Al Qur’an seperti dirimu tetapi aku tidak mengerti isinya. Jikapun ada sedikit yang kupahami, ia akan terlupakan setiap kali aku menutup kitab itu. Lalu, apa gunanya aku membacanya?”
Dengan perlahan sang kakek membalikkan badan dan berhenti dari memasukkan batu bara ke dalam tungku pemasak. Ia menjawab: “Ambillah keranjang ini, bawalah ke sungai di bawah sana dan bawakan untukku sekeranjang air!”
Sang cucu membawa keranjang hitam penuh jelaga batu bara tersebut ke sungai dan mengambil air. Namun air itu telah habis menetes sebelum sampai ke rumah. Sang kakek tertawa dan meminta sang cucu agar mencobanya sekali lagi: “Mungkin engkau harus lebih cepat membawa airnya kemari.”
Sang cucu berusaha berlari, namun tetap saja air itu lebih cepat keluar dari keranjang sebelum sampai ke rumah. Dengan terengah-engah, ia pun mengatakan kepada sang kakek bahwa tidak mungkin mengambil air dengan keranjang. Sebagai gantinya ia akan mengambil air dengan ember.
“Aku tidak perlu satu ember air, yang kuinginkan adalah sekeranjang air!” jawab sang kakek. “Engkau saja yang kurang berusaha lebih keras,” timpal sang kakek sambil menyuruhnya mengambil air sekali lagi. Sang kakek pun pergi ke luar rumah untuk melihat usaha sang cucu.
Kali ini sang cucu sangat yakin bahwa tidak mungkin membawa air menggunakan keranjang. Namun ia berusaha memperlihatkan kepada sang kakek bahwa secepat apapun ia berlari, air itu akan habis keluar dari keranjang sebelum ia sampai ke rumah. Kejadian yang sama berulang. Sang cucu sampai kepada kakeknya dengan keranjang kosong. “Lihatlah Kek! Tidak ada gunanya membawa air dengan keranjang.” katanya.
“Jadi, kau pikir tidak ada gunanya?” sang kakek balik bertanya. “Lihatlah keranjang itu!” pinta sang kakek.
Ketika sang cucu memperhatikan keranjang itu sadarlah ia bahwa kini keranjang hitam itu telah bersih dari jelaga, baik bagian luar maupun dalamnya, dan terlihat seperti keranjang baru.
“Cucuku, demikianlah yang terjadi ketika engkau membaca al Qur’an. Engkau mungkin tidak mengerti atau tidak bisa mengingat apa yang engkau baca darinya. Namun ketika engkau membacanya, engkau akan dibersihkan dan mengalami perubahan, luar maupun dalam. Cucuku, itulah kekuasaan dan nikmat Allah kepada kita!”
The Beauty of a Woman
Prayer (Dua): Channeling Brainwaves

“DUA (prayer) is THE WEAPON OF THE BELIEVER (mu’min),” says RasulAllah SAW
Are we really aware why it is so important to practice “DUA?” What is “DUA” and what is it for? As there is no god-out-there, beyond yourself, then to Whom do you pray (practice dua)? Let us try to answer those questions honestly now...
“Dua” is an action of directing brain waves!
Human, in respect to its “reality,” (haqiqat) is a content composed of Names that belonged to ALLAH... That is, human is like a formula composed of meanings that the Beautiful Names of ALLAH carry. To express it in a different way, ALLAH has rendered human as a caliph (khalifah) of Himself on earth by means of making him exist via the meanings of HU's (his) Beautiful Names.
After various transformations, those meanings of Names have been unfolded in the human brain in a form as it was ordained.
According to the statement (hukm) that “You cannot will except by the will of ALLAH,” your DUA (prayer) in reality is nothing but a wish belonging to ALLAH.
However, there is a SYSTEM and ORDER by ALLAH SWT, known as “sunnatAllah.” Here, such a wish originated from the Beautiful Names of ALLAH is sometimes revealed as a “DUA” from within yourself. Although it is commonly believed under the influence materialistic view that people could communicate with each other only by the agency of their lips and ears, communication is, in fact, a interaction between brains. There are so many times that we sense, perceive such a relation but cannot explain it logically due to lack of knowledge. Your “intuition” is a result of your early perception of incoming waves...
“DUA” arises from the Names of ALLAH (asma-uAllah) that is within your own essence and reveals as a wave directed for a purpose and reaches the aim. So, “DUA” is not a demand from a god outside yourself, but rather is a wish originated by “ALLAH” in your essence.
In another way of looking, “DUA” is the most powerful weapon for achieving your expectations. It is an appreciation of the power and potency belonging to “ALLAH” within your own essence.
You will pray, practice “dua,” so then you will direct the course of events, if that resided in your destiny. In fact, it is HU's (him) self who directs, not you!
The same way as the parasite signals are reduced when the earth's semi-sphere turned back on the sun and short wave reception becomes powerful, human brain also becomes more sensitive and most powerful especially during midnight at late hours. This is the case both for reception (inspiration) and transmission (dua- praying). The importance of night time is particularly due to this fact in the “Deen-i Islam.”
People lacking the practice dua, will suffer the detriment of both the appreciation and the potencies within their own essence and also the benefits resulting from praying. DUA is an exercise of the power belonged to “ALLAH” within your own essence. The fact that RasulAllah SAW has prayed so often does not mean that he has asked for things from a god outside himself, but instead it shows that he has channeled the power and potency within himself that belongs to ALLAH, in the direction of his wishes.
The more a person's brain capability is powerful, the more one's prayers (dua) and brain transmission are effective... You broadcast all your thoughts over the earth to the degree that your brain power allows, not only at times when you are communicating, but while you are thinking as well. And those frequencies are received by other corresponding receptive brains and are assessed as intuition or inspiration. It is in that respect that some of the effectual (authoritative) “spiritual people,” known as “irshad qutubs” in Sufism exercise power of disposal. What is known as reaching “enlightenment” (al fayz) is nothing other than a brain's assisted revelation after another powerful brain's transmission of directed waves.
In this chapter, we have tried to make you realize that “DUA” is one of the most effective tools in human's life. Let us know that “ALLAH” will respond you from within yourself. HU's (he) being aware of everything in your mind, is a result of your being brought into existence through HU's own being and of HU's revealing those that income from HU through yourself.
Every person must continuously keep practicing “DUA,” and prayers at whatever spiritual state or level of awareness one is at, as RasulAllah SAW did. It will be known more clearly in the life beyond death that nothing would have brought better income than one's “DUA” and prayers.
May ALLAH SWT make us realize the importance of “DUA (prayer)”, appreciate it in our lifetimes as much as possible and therefore empower our “spirits.” And... May ALLAH make all these easy for us!